PEJUANG TANAH ALAS.
Pada tanggal 4 Juni 1904, pasukan marsose pemerintahan Belanda bergerak dari Blangkejeren melintasi Gumpang, Meloak dan tiba di Tualang pada tanggal 10 Juni 1904.
Lalu menduduki Penampaan dan Lawe Sagu. Di Lawe Sagu Belanda mendirikan rumah sakit lapangan.
Tanggal 14 Juni 1904 benteng kekuatan pasukan tanah alas Kutarih jatuh, perperangan penduduk tanah alas untuk mempertahankan tanahnya dari pasukan kolonial Belanda menyisakan luka mendalam bagi pejuang Tanah Alas.
Beratus-ratus pejuang termasuk wanita dan anak-anak dibantai hingga tewas. Disusul dengan kejatuhan benteng Likat (432 orang tewas) pada tanggal 20 Juni 1904.
Dengan jatuhnya kekuatan pertahan Kutarih dan Likat ke tangan Belanda, perjuangan pembela (pahlawan) tanah alas hanya menyisakan pertahan Kute Lengat Mbaru.
Perlawanan rakyat Tanah Alas (Kute Lengat Mbaru) mempertahan tanah leluhur dibantu oleh pejuang-pejuang dari Gayo Lues yang melarikan diri ke Tanah Alas akhirnya jatuh juga ke tangan Belanda pada tanggal 24 Juni 1904.
Tanggal 29 Juni 1904 secara resmi Keujeurun Bambel dan Keujeurun Batu Mbulan menyerah kepada Belanda. Pasukan Marsose melanjutkan perjalanan ke Tanah Karo dan Dairi kemudian ke Sibolga tanpa perlawanan. Dari Sibolga pasukan Marsose dengan menaiki kapal laut berlayar ke Ulee Lheu dan disambut oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh dan Daerah Taklukannya di Kutaraja.
Dengan berakhirnya Perang Gayo dan Alas melawan Kolonial Belanda ini berakhir pula Perang Aceh.tanah alas dan gayo adalah benteng terakhir pertahanan pejuang aceh.perjuangan ini dikobarkan oleh para pejuang2 tanah alas yg setia kepada MPUTe sultan aceh yg terakhir sultan muhammad daudsyah.
Panglime Guru Leman, Syeh H. Hasan, Bedussamad, Panglime Jim, Panglime Bedul Mamas (Panglime Janggut), (foto.KITLV)